Minggu, 22 Februari 2009

Vian (Part I)

Aku tidak tahu…
Apa ini persahabatan atau cinta
Karena dia datang di saat aku sedih dan senang…
Walau kini dia telah berada jauh dariku…


“Mitha!!!!!” Panggil Vian berkali-kali dengan suara bas melengking miliknya tepat di teras Rumahku yang di penuhi oleh Tanaman perdu.
Aku yang lagi berdiri di depan cermin langsung menuju ke jendela, dan dapat kutangkap Vian dari jauh, memakai sepeda dan merangkul ransel kesayangannya.
“Tunggu yah!!!” balasku berteriak dan segera saja aku meluncur melesat menuju ke bawah, melewati Mama, Papa juga Rina kakakku yang lagi asyik menyantap sarapan paginya di meja makan.
“Mitha!!! Sarapannya!!!” panggil Mama lantang padaku
“nggak deh ma, lagi buru-buru nih!! Bye” kataku lalu melanjutkan luncuranku menuju ke teras tempat Vian berada. Setelah mengambil Sepeda berbalut warna Biru tuaku di garasi, aku lalu mendekati Vian yang sudah memasang tampang bete-nya.
“20 menit tau!! Kamu gimana sih, setiap hari selalu telat gini,” omel Vian seperti biasa
Aku hanya tersenyum menanggapinya, yah..apa lagi yang mesti kukatakan, dia emang selalu gitu.
“kok malah senyum??” tanya vian menatapku aneh
“ya..mau bilang apa lagi, aku kan sudah capek di omelin setiap hari sama kamu, ya sudah deh, berangkat yuk, nanti malah telat lagi” kataku lalu segera mengayuh perlahan sepedaku di ikuti oleh Vian dari belakang.
Kami melewati beberapa blok rumah yang berjejer rapi di Kompleks Asri ini, kompleks yang mempunyai tipe rumah yang sejenis dan di lengkapi dengan halaman di setiap depannya. Kami juga melewati taman kompleks yang diisi beraneka ragam permainan anak, dan tentunya sudah di penuhi oleh beberapa pelari. Perjalanan ke Sekolah, SMP Nusa Bangsa, memakan waktu tak lebih dari 20 menit, habisnya letaknya Cuma beberapa blok dari rumahku.
Aku terus mengayuh sepeda sambil berusaha melambungi Vian yang berada 2 meter di depanku, memang susah punya teman kayak Vian.
“Kamu kalah lagi!!!” kata Vian setelah menghentikan lajunya tepat di depan gerbang sekolah
“ye...kamu aja tuh yang kecepatan” kataku terengah-engah mengatur nafas
“eh..asal tau saja yah, kalo waktu yang kamu pake itu 20 menit, sedangkan aku Cuma 15 menit, berarti selisihnya Cuma 5 menitkan?? Jadi agar kamu bisa mencapai waktu seperti aku, laju kamu harus di percepat, dengan kata lain waktu kamu itu harus di kali dengan...” jelas Vian terpotong olehku
“sudah ah, kayak matematika saja, aku capek nih, bentar lagi juga mau bel” kataku lalu segera berjalan memasuki gerbang dan langsung memarkirkan sepedaku di parkiran siswa yang sudah di penuhi dengan sepeda dari siswa lain. Sedangkan Vian malah menjelaskan perhitungannya sambil terus mengikutiku dari belakang. Ugh!! Inilah kebiasaannya yang sangat tidak kusukai. Semua yang terjadi padanya dan padaku pasti langsung diperhitungkan dengan matematika dan Fisika!! Nyebelin!!
“jadi, kalo semua nya di jumlahkan, berarti kamu bisa mendapat peluang sebesar 3, yup hanya 3 peluang!! Ngerti??” jelas vian menutup penjelasannya setelah kami sampai di kelas.
“em” aku mengangguk pelan lalu duduk di bangkuku, karena tak lama kemudian bel masuk berbunyi dengan nyaringnya.
* * *
VIAN, sebuah nama yang mewakili dirinya. Ya..dialah teman sekaligus satu-satunya sahabat dalam hidupku. Kami di pertemukan oleh waktu ketika berumur 5 tahun, ketika dia dan keluarganya memilih tinggal di samping rumahku. Dia yang selalu membuatku menangis saat kecil, membuatku tertawa, dan membuatku terharu dengan sikapnya yang polos. Vian itu lincah, selincah belut kata mama, pintar, sepintar Einstein kata Kak Rina, dan Cakep, secakep Vich Zhou kata Papa, ah..itu kayaknya hanya menurut mereka saja, karena bagiku Vian adalah Teman sekaligus Sahabat yang takkan terlupa sampai akhir hayat. Belum lagi kebiasaan anehnya, yaitu mengumpulkan berbagai jenis kertas, entah mau diapakan, aku sendiri tidak tau, karena dia tidak pernah memberitahukannya padaku!! Semua jenis kertas dia punguti, entah itu kertas bekas, kertas yang berada di tempat sampah, dan semua kertas yang berada di mana saja. Pernah, ada secarik kertas berwarna biru muda dnegan motif bunga di tengah jalan, dan apa yang dilakukanya?? Dia dengan nekat menuju ke tengah jalan, membuat kemacetan di sepanjang jalan, dan terlebih lagi, Dia hampir saja di tabrak oleh sebuah truk kontainer!! Kebayangkan nekatnya anak itu??.
“siapa yang bisa mengerjakan soal ini : 3 kali akar 2 kurang 4 kali akar 3 di bagi dengan 3 kali akar 2 kurang 4 kali akar 3??” tanya Pak Tio guru matematika yang sedang menjelaskan di depan papan tulis. Matanya menyorot semua wajah siswa berharap ada yang mau mengerjakan soalnya itu.
“saya pak” Vian mengacungkan tangannya, dan langsung saja dia dipersilahkan oleh pak tio.Itulah Vian, entah dia sudah makan apa hingga ia bisa cepat menangkap pelajaran. Aku tak tau. Yang jelas dia sudah sangat membantuku dalam hal mata pelajaran, hehehehe.
Kring.........
Bel isitrahat berbunyi dan harus menyudahi penjelasan pak tio. Setelah bersalam-salam ria, semua siswa langsung berhamburan tak teratur.
“Vian!!!” panggil Neta, cewek yang paling rese di dunia. Dia itu suka banget sama Vian, dan yang parahnya lagi, dia itu sudah nembak Vian beribu kali!! Dan hasilnya apa?? Tentu saja di tolak, hehehehe
“hai” sapa Vian singkat tanpa melirik cewek rese sedunia itu
“em...kita kekantin yuk, aku laper nih” lirih Neta manja di samping vian
“sory, aku mau ke perpus, iya kan Mit??” Vian melirikku penuh mohon, aku tau maksudnya!! Vian pengen menghindar dari cewek aneh itu!!
“yup!!” kataku mantap
“perpus?? Ya udah deh, aku duluan aja ke kantinnya, bye” Neta berjalan menjauh keluar dair kelas.
Aku dan vian tertawa kecil, ya...neta paling anti ke perpustakaan!! Katanya sih anti buku, hah?? Padahal siswakan paling identik sama buku?? Nggak tau deh..
“perpus??” ajak Vian
“yup!!” balasku, dan kamipun segera berjalan menuju ke gudang ilmu yang berada tepat disamping laboratorium.
“tau nggak, mit, aku tuh jengkel banget sama tuh cewek” kata vian sambil menjejeri jari-jarinya di setiap buku yang tersusun rapi di rak-rak.
“kamu sudah bilang seribu kali” timpalku berdiri tepat disampingnya
Vian tertawa kecil mendengarku, “sorry..lupa, taulah...”
“oh iya, sebentar kamu ada jadwal latihan piano-kan??” tanyaku
“em..iya, emang kenapa??”
“aku mau kerumah kamu nih, pengen liat kamu maen piano,” aku tersenyum kecil penuh harap
“em..belum bisa mit, habisnya...aku belum mahir, serius deh!!” vian balas tersenyum kecil
“kamu selalu gitu....emang kenapa sih kalo aku ngeliat kamu main piano?? Apa kamu kira aku bakal bilang kamu banci,apa,??” aku manyun lalu segera duduk di bangku di ikuti oleh vian.
“bukannya gitu,mit, kamu taukan, aku tuh baru setahun belajar pianonya, pasti bakal belum bagus, nanti kamu ketawain aku lagi kalo salah”
“setahun?? Hallow??? Setahun itu lama kali, tiga bulan latihan aja pasti sudah mahir banget, emang kamu mau mahir kayak siapa??”
Vian tertawa kecil medengar omelanku, “sudah deh, jangan manyun gitu, jelak tau, kan kasihan kamunya, sudah jelek tambah jelek”
Kali ini aku benar-benar ngambek padanya, “iya aku emang jelek, sudah sana jangan temenan sama orang jelek!!” kataku lalu segera berlari meninggalkannya.
* * *
Tok tok tok...
Suara ketukan pintu bergema di daun pintu kamarku. Aku tau, itu pasti Mama dan tentu saja bersama Vian yang pengen minta maaf padaku. Selalu begitu, setiap kali buat masalah pasti minta maafnya minta bantuan mama.
“Mitha, ada vian nih” seru mama dari balik pintu
“aku lagi sibuk, nggak boleh di ganggu!!” balasku yang sedang berguling-guling malas di atas kasur empukku.
“aku minta maaf, mitha, aku nyesel deh bilangin kamu jelek” kali ini suara vian yang terdengar
Aku diam, kututup wajahku dengan bantal
“tuhkan, Vian mau minta maaf” dukung mama
Aku diam cukup lama, dan akhirnya mama dan vian nyerah, karena aku tidak lagi mendengar kicauan mereka. Mereka sudah pergi!! Aku bangkit dari tempatku, kubuka pintu kamarku dengan perlahan. Yes!! Dia sudah pergi. Aku kembali menutup pintu dan langsung duduk manis di meja belajar. Tiba-tiba sebuah alunan instrumen piano terdengar lembut dari arah rumah Vian yang tepat berada di samping Rumahku. Tepatnya di Kamarnya yang berada tepat di samping kamarku, dan kami selalu ngobrol di balkon pada malam hari.
Alunan itu adalah alunan lembut yang dapat menghipnotis siapa saja yang mendengarnya, seperti aku misalnya, yang kini terhanyut dalam suasana eropa yang damai. Akhirnya, alunan aitu berhenti setelah 15 menit.
Aku meraih handphoneku dan segera mengirimkan pesan untuk Vian
Alunan yang sangat bagus...aku salut sama kamu...
Tak lama kemudian, vian membalasnya
Thanks...itu alunan yang sering aku mainkan kalo kamu lagi marah sama
aku

Aku nggak marah sama kamu lagi kok

Yang bener?? Berarti usaha aku nggak sia-sia dong, lihat keluar!!!
Aku mengerutkan keningku setelah membaca pesan terakhir dari vian, tanpa babibu, aku langsung menuju ke balkon kamarku. Aku sangat kaget ketika mendapati Vian bediri sambil menenteng Sebuah piala berwarna emas dengan tinggi sekitar setengah meter dan sebuah pita melingkar tepat di tengahnya.
“itu piala dari mana???” tanyaku setengah berteriak pada vian yang malah senyam-senyum nggak jelas
“ini buat kamu!!!” balas Vian
Aku kaget, “buat aku??”
Vian mengangguk semangat, “iya, kemarin aku dapet juara dua main piano”
“juara maen piano?? Kok nggak pernah ngabarin sih???!!!”
Vian Cuma mesem-mesem nggak jelas
“ya sudah, lempar sini!!!” aku tersenyum jail
“tangkap yah!!!” seru vian mngambil ancang-ancang untuk melempar beneran piala itu
“eh!!! Stop!!! Becanda kali!!” kataku mencegahnya
Vian tertawa ngakak, “ye...siapa juga yang mau lemparin ke kamu, orang Cuma mau di gendong-gendong saja”
Aku balas teratawa, hm..sahabatku ini, ada saja tingkahnya yang bisa membuatku keheranan.
“by the way... kamu sudah maafin akukan??” tanya vian ragu
“nggak”
“loh?? Emang kenapa??” vian tampak kaget
“nggak salah lagi!!” aku tertawa membuat vian ikut tertawa bersamaku
“kamu tau nggak,mit??” tanya vian mengatur nafasnya setelah puas tertawa
“apa??”
“suatu saat nanti, kamu pasti akan merindukan aku” kata vian datar membuatku bingung dengan apa yang di katakannya barusan
“maksudnya apa??” tanyaku
“sudahlah, eh kita keliling kompleks yuk!!!” Vian tersenyum senang membuat rasa bingungku langsung hilang seketika
“Yuk!!!!”
* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar